Kamis, 25 Agustus 2011

MATERI PEMBELAJARAN TEORI ANALISIS PUISI


Salah satu Kompetensi  Dasar yang harus diasah dan dikuasai peseta didik pada mata pelajaran Sastra Indonesia kelas XI Program Bahasa adalah (KD 5.3)  Mengalisis puisi berdasarkan  komponen   bentuk puisi (bait, larik, rima, irama) dan isi (pengindraan, pikiran, perasaan, imajinasi).

Kompetensi Dasar ini ditunjang dengan materi pembelajaran, Ciri formal puisi, bentuk puisi, diksi, irama ditata (puisi   bebas) atau dipolakan   (puisi terikat), rima ditata (puisi bebas)atau dipolakan dipolakan (puisi terikat),  dan Isi puisi, Jenis-jenis puisi:    (mantra, pantun,Syair, gurindam soneta,     balada)

Keberhasilan peserta didik dalam mencapai Kompetensi Dasar ini ditandai dengan indikator  sebagai berikut:

1.   Mengidentifikasi komponen puisi yang terdapat dalam puisi Indonesia

2.   Menentukan ciri formal puisi
3.   Menentukan isi puisi

MATERI PEMBELAJARAN
A.    Hakikat (pengertian) Puisi
Secara etimologis istilah puisi berasal dari kata bahasa Yunani poites, yang berarti pembangun, pembentuk, pembuat. Dalam bahasa Latin dari kata poeta, yang artinya membangun, menyebabkan, menimbulkan, menyair. Dalam perkembangan selanjutnya, makna kata tersebut menyempit menjadi hasil seni sastra yang kata-katanya disusun menurut syarat tertentu dengan menggunakan irama, sajak dan kadang-kadang kata kiasan (Sitomorang, 1980:10).
Menurut Vicil C. Coulter, kata poet berasal dari kata bahasa Gerik yang berarti membuat, mencipta. Dalam bahasa Gerik, kata poet berarti orang yang mencipta melalui imajinasinya, orang yang hampir menyerupai dewa-dewa atau orang yang amat suka pada dewa-dewa. Dia adalah orang yang mempunyai penglihatan yang tajam, orang suci, yang sekaligus seorang filsuf, negarawan, guru, orang yang dapat menebak kebenaran yang tersembunyi (Situmorang, (1980:10).
Puisi merupakan ekspresi pengalaman batin (jiwa) penyair mengenai kehidupan manusia, alam, dan Tuhan melalui media bahasa yang estetik yang secara padu dan utuh dipadatkan kata-katanya, dalam bentuk teks yang dinamakan puisi. Masalah kehidupan yang disuguhkan penyair dalam puisinya tentu saja akan sekedar refleksi realitas (penafsiran kehidupan, rasa simpati kepada kemanusiaan, renungan mengenai penderitaan manusia dan alam sekitar) melainkan juga cenderung mengekspresikan hasil renungan penyair tentang dunia metafisik, gagasan-gagasan baru ataupun sesuatu yang belum terbayangkan dan terpikirkan oleh pembaca, sehingga puisi sering dianggap mengandung suatu misteri.
Di balik kata-katanya yang ekonomis, padat dan padu tersebut, puisi berisi potret kehidupan manusia. Puisi menyuguhkan persoalan-persoalan kehidupan manusia dan juga manusia dalam hubungannya dengan alam dan Tuhan, sang Pencipta.
Puisi dapat pula diartikan sebagai ragam sastra yang bahasanya terikat oleh irama, matra, rima, serta penyusunan larik dan bait (Kamus Istilah Sastra, Sudjiman, 1984)
B.     Ciri Formal Puisi
Setiap genre karya satra, baik puisi, prosa, atau pun drama memiliki cirri khusus masing-masing yang merupaka pembeda antara genre yang satu dengan lainnya. Berdasarkan hakikat/pengertian puisi di atas dapat disimpulkan beberapa cirri formal karya puisi, antara lain:
1.      Menggunakan bahasa yang padat
2.      Memperhatikan diksi
3.      Imajinatif, figuratif
4.      Ber- rima
5.      Berirama
6.      Memperhatikan tipografi

C.    Unsur-unsur Pembentuk Puisi
Unsur puisi merupakan segala elemen (bahan) yang dipergunakan penyair dalam membangun atau menciptakan puisinya. Segala bahan, baik unsur luar (objek seni) maupun unsur dalam (imajinasi, intuitif, emosi, bahasa, dll.) disintetikkan menjadi satu kesatuan yang utuh oleh penyair menjadi bentuk puisi berupa teks puisi.
Adapun unsur-unsur yang membangun puisi adalah: tema (sense), amanat, diksi, musikalitas, rima, gaya bahasa, citraan, dan tipografi.
Berikut adalah definisi beberapa unsur-unsur pembentuk puisi menurut para ahli:
1.      Tema atau Sense
Tema atau sense adalah pokok persoalan (subyek matter) yang dikemukakan oleh pengarang melalui puisinya. Pokok persoalan dikemukakan oleh pengarang baik secara langsung maupun secara tidak langsung (pembaca harus menebak atau mencari-cari, menafsirkan). (I.A. Richard)

2.      Amanat
Amanat (tujuan, maksud, intention) adalah tujuan yang mendorong penyair menciptakan puisi. Tujuan tersebut bisa dicari sebelum penyair menciptakan puisi, maupun dapat ditemui dalam puisinya. (Richards, Siswanto dan Roekhan (1991:55-65).
Amanat adalah tujuan penyair dalam menciptakan puisi tersebut. Walaupun kadang-kadang tujuan tersebut tidak disadari, semua orang pasti mempunyai tujuan dalam karyanya. Tujuan atau amanat ini bergantung pada pekerjaan, cita-cita, pandangan hidup, dan keyakinan yang dianut penyair. (I.A. Richard)

3.      Diksi
Diksi adalah pemilihan kata-kata yang dilakukan oleh penyair dalam puisinya. Karena puisi adalah bentuk karya sastra yang sedikit kata-kata dapat mengungkapkan banyak hal, maka kata-katanya harus dipilih secermat mungkin. Pemilihan kata-kata dalam puisi erat kaitannya dengan makna, keselarasan bunyi, dan urutan kata. Geoffrey (dalam Waluyo, 19987:68-69) menjelaskan bahwa bahasa puisi mengalami 9 (sembilan) aspek penyimpangan, yaitu penyimpangan leksikal, penyimpangan semantis, penyimpangan fonologis, penyimpangan sintaksis, penggunaan dialek, penggunaan register (ragam bahasa tertentu oleh kelompok/profesi tertentu), penyimpangan historis (penggunaan kata-kata kuno), dan penyimpangan grafologis (penggunaan kapital hingga titik).
Diksi adalah pilihan atau pemilihan kata yang biasanya diusahakan oleh penyair dengan secermat mungkin. Penyair mencoba menyeleksi kata-kata baik kata yang bermakna denotatif maupun konotatif sehingga kata-kata yanag dipakainya benar-benar mendukung maksud puisinya. (I.A. Richard)

4.      Tipografi
Perwajahan puisi atau tipografi adalah bentuk puisi seperti halaman yang tidak dipenuhi kata-kata, tepi kanan-kiri, pengaturan barisnya, hingga baris puisi yang tidak selalu dimulai dengan huruf kapital dan diakhiri dengan tanda titik. Hal-hal tersebut sangat menentukan pemaknaan terhadap puisi. (Richards, Siswanto dan Roekhan (1991:55-65).

5.      Musikalitas
Menurut I.A. Richard, rima adalah persamaam bunyi dalam puisi. Dalam rima dikenal perulangan bunyi yang cerah, ringan, yang mampu menciptakan suasana kegembiraan serta kesenangan. Bunyi semacam ini disebut euphony. Sebaliknya, ada pula bunyi-bunyi yang berat, menekan, yang membawa suasana kesedihan. Bunyi semacam ini disebut cacophony.
Berdasarkan jenisnya, persajakan dibedakan menjadi:
a.       Rima sempurna, yaitu persama bunyi pada suku-suku kata terakhir.
b.      Rima tak sempurna, yaitu persamaan bunyi yang terdapat pada sebagian suku kata terakhir.
c.       Rima mutlak, yaitu persamaan bunyi yang terdapat pada dua kata atau lebih secara mutlak (suku kata sebunyi)
d.      Rima terbuka, yaitu persamaan bunyi yang terdapat pada suku akhir terbuka atau dengan vokal sama.
e.       Rima tertutup, yaitu persamaan bunyi yang terdapat pada suku kata tertutup (konsonan).
f.       Rima aliterasi, yaitu persamaan bunyi yang terdapat pada bunyi awal kata pada baris yang sama atau baris yang berlainan.
g.      Rima asonansi, yaitu persamaan bunyi yang terdapat pada asonansi vokal tengah kata.
h.      Rima disonansi, yaitu persamaan bunyi yang terdapaat pada huruf-huruf mati/konsonan.
Berdasarkan letaknya, rima dibedakan
a.       Rima awal, yaitu persamaan bunyi yang terdapat pada awal baris pada tiap bait puisi.
b.      Rima tengah, yaitu persamaan bunyi yang terdapat di tengah baris pada bait puisi
c.       Rima akhir, yaitu persamaan bunyi yang terdapat di akhir baris pada tiap bait puisi.
d.      Rima tegak, yaitu persamaan bunyi yang terdapat pada bait-bait puisi yang dilihat secara vertikal
e.       Rima datar, yaitu persamaan bunyi yang terdapat pada baris puisi secara horisontal
f.       Rima sejajar, yaitu persamaan bunyi yang berbentuk sebuah kata yang dipakai berulang-ulang pada larik puisi yang mengandung kesejajaran maksud.
g.      Rima berpeluk, yaitu persamaan bunyi yang tersusun sama antara akhir larik pertama dan larik keempat, larik kedua dengan lalrik ketiga (ab-ba)
h.      Rima bersilang, yaitu persamaan bunyi yang tersusun sama antara akhir larik pertama dengan larik ketiga dan larik kedua dengan larik keempat (ab-ab).
i.        Rima rangkai/rima rata, yaitu persamaan bunyi yang tersusun sama pada akhir semua larik (aaaa)
j.        Rima kembar/berpasangan, yaitu persamaan bunyi yang tersusun sama pada akhir dua larik puisi (aa-bb)
k.      Rima patah, yaitu persamaan bunyi yang tersusun tidak menentu pada akhir larik-larik puisi (a-b-c-d)
Catatan:
Rima pada puisi lama pada umumnya telah dipolakan secara tetap, misalnya  pantun terdiri dari empat baris seuntai dengan pola rima /a-b-a-b/, sedangkan  syair adalah terdiri dari empat baris seuntai dengan pola rima /a-a-a-a/, dan  gurindam terdiri dari dua baris seuntai dengan pola rima /a-a/.
Rima pada puisi bebas (modern) pada umumnya berupa rima bebas, yaitu rima yang ditata secara bebas oleh penyairnya.

6.      Gaya Bahasa
Menurut I.A. Richard, gaya bahasa adalah cara yang dipergunakan oleh penyair untuk membangkitkan dan menciptakan imaji dengan menggunakan gaya bahasa, perbandingan, kiasan, pelambangan dan sebagainya. Jenis-jenis gaya bahasa antara lain:
a.       Perbandingan (simile), yaitu bahasa kiasan yang menyamakan satu hal dengan hal lain dengan mempergunakan kata-kata pembanding seperti bagai, sebagai, bak, seperti, semisal, umpama, laksana, dll.
b.      Metafora, yaitu bahasa kiasan yang menyamakan satu hal dengan hal lain tanpa mempergunakan kata-kata pembanding.
c.       Perumpamaan epos (epic simile), yaitu perbandingan yang dilanjutkan atau diperpanjang dengan cara melanjutkan sifat-sifat perbandingannya dalam kalimat berturut-turut.
d.      Personifikasi, ialah kiasan yang mempersamakan benda dengan manusia di mana benda mati dapat berbuat dan berpikir seperti manusia.
e.       Metonimia, yaitu kiasan pengganti nama.
f.       Sinekdoke, yaitu bahasa kiasan yang menyebutkan suatu bagian yang penting untuk benda itu sendiri.
g.      Allegori, ialah cerita kiasan atau lukisan kiasan, merupakan metafora yang dilanjutkan.

7.      Citraan
Menurut I.A. Richard, citraan adalah kemampuan kata-kata yang dipakai pengarang dalam mengantarkan pembaca untuk terlibat atau mampu merasakan apa yang dirasakan oleh penyair. Maka penyair menggunakan segenap kemampuan imajinasinya, kemampuan melihat dan merasakannya dalam membuat puisi.
Ada beberapa macam citraan, antara lain
a.       Citraan penglihatan, yaitu citraan yang timbul oleh penglihatan atau berhubungan dengan indra penglihatan.
b.      Citraan pendengaran, yaitu citraan yang timbul oleh pendengaran atau berhubungan dengan indra pendengaran.
c.       Citraan penciuman dan pencecapan, yaitu citraan yang timbul oleh penciuman dan pencecapan.
d.      Citraan intelektual, yaitu citraan yang timbul oleh asosiasi intelektual/pemikiran.
e.       Citraan gerak, yaitu citraan yang menggambarkan sesuatu yanag sebetulnya tidak bergerak tetapi dilukiskan sebagai dapat bergerak.
f.       Citraan lingkungan, yaitu citraan yang menggunakan gambaran-gambaran selingkungan.
g.      Citraan kesedihan, yaitu citraan yang menggunakan gambaran-gambaran kesedihan.

D.    Isi Puisi
Isi Puisi dapat dikatakan pula makna puisi. Makna dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti maksud penulis atau pengertian yang diberikan pada sesuatu bentuk kebahasaan (2002 : 703). Untuk dapat menyimak pesan-pesan penyair di dalam puisinya pembaca harus dapat menangkap dan memahami makna lugas dan makna utuh puisi yang dibacanya.
Makna lugas merupakan makna yang sebenarnya dari kata-kata yang tersurat (eksplisit) dalam puisi. Sedangkan makna utuh adalah makna keseluruhan (yang tersirat maupun tersurat) dari puisi.
Penafsiran makna sebuah puisi, hendaknya  memperhatikan prinsip-prinsip berikut:
a.          Baris-baris puisi merupakan satu kesatuan yang benar-benar utuh, berhubungan makna antara kalimat satu dengan yang lainnya, maka penafsiran makna tidak dapat dilakukan satu persatu (kata per kata, kalimat per kalimat).
Alangkah lucunya jika kita memaknai secara lepas kata kalimat berikut secara lepas, “Kita mesti telanjang” (dalam lagu Untuk Kita Renungkan, Ebit G.Ade).
b.         Tidaklah mungkin memahami makna puisi hanya dengan mengandalkan kamus, tetapi harus dikaji lebih mendalam makna yang tersirat di dalam suatu kata atau kalimat.
c.          Upayakan memahami makna baris puisi dengan mengaitkan bait-bait syair tersebut dengan situasi yang ada di luar lagu. Misalnya tahun terciptanya, situasi, dan moment peristiwa yang melatarbelakangi terciptanya lagu (puisi) tersebut.
d.         Lebih utamakan memahami makna baris puisi daripada hanya memahami arti leksikalnya. Jadi, bertanyalah “apa maksud / isi kalimat ini?’ bukan “apa arti kalimat ini?”
E.     Jenis Jenis Puisi
Pengklasifikasian jenis puisi dapat dilakukan berdasarkan bentuk  dan  sifat isinya. Pengklasifikasian jenis puisi tersebut tak lepas pula dengan periodisasi sastra Indonesia, yang oleh HB Jassin diklasifikasi mejadi  sastra Indonesia (Melayu) lama, sastra  Indonesia Modern. Oleh karena itu, pengklasifikasian puisi dapat dibedakan menjadi puisi lama, puisi baru dan modern.
Puisi Indonesia (Melayu) lama sesuai bentuknya terdiri dari beberapa jenis, antara lain : Mantra, Bidal, Gurindam, Syair , Pantun, Talibun, Seloka dan lain-lain.
Puisi Baru sesuai dengan bentuknya diklasifikasi menjadi beberapa jenis, antara lain: Destikhon, Tersina, Kuartrain, Kuin, Sektet, Septim, Oktaf dan Soneta.
Puisi Modern yang lebih dikenal puisi bebas karena mengutamakan kebebasan berekspresi diklasifikasikan menurut sifat isinya, antara lain: Balada, Romance, Himne, Ode, Elegi , dan Satire dan puisi Kontemporer.
1.         Balada
Balada adalah puisi bebas yang berisi kisah (cerita) kejadian tertentu. Oleh karena berisi kisah kejadian, maka di dalam puisi balada  terdapat unsur: tokoh, watak , plot dan konflik. Unsur inilah yang membedakan balada dengan jenis yang lainnya.
WS Rendra banyak menulis puisi bentu balada, antara lain: Balada Terbunuhnya Atmokarpo, Balada Sumilah, Balada Orang-Orang Tercinta, Gugur, dll.
2.         Romance
Romance merupaka puisi bebas yang berisi curahan persaan kasi sayang, baik kasih sayang orang tua kepada anaknya, ataupun kasih sayang antara seorang anak manusia kepada lawan jenisnya.
3.         Himne
Himne adalah puisi yang berisi pujian kepada Tuhan yang Mahakuasa. Himne sering pula disebut puisi religius atau sajak ketuhanan.
4.         Ode
Ode adalah sajak atau puisi bebas yang berisi pujian, sanjungan, atau penghormatan terhadap seseorang, suatu bangsa atau  sesuatu yang dianggap mulia.
Contoh Teratai, kepada pattimura
5.         Elegi
Elegi adalah sajak atau puisi bebas yang berisi ungkapan ratapan kesedihan, duka nestapa yang menyayat hati. Elegi yang terkenal adalah “Elegi Jakarta’ karya Asrul Sani.
Contoh lain adalah: Kepada Orang Mati, Toto Sudarto Bachtiar; Ratap ibu, Selasih/ Seleguri; Batu Belah, Amir Hamzah; Mencari Kekasih, Yogi (A. Rivai).


6.         Satire
Satire adalah sajak yang berisi sindiran, kecaman, ejekan dengan kasar, tajam, sinis terhadap ketidakadilan yang terjadi di masyarakat.
7.         Puisi kontemporer
Dalam perkembangan sejarah puisi Indonesia dikenal adanya puisi kontemporer, yaitu puisi yang mementingkan kebebasan berekspresi yang sebebas-bebasnya. Puisi ini tidak tunduk dan patuh pada kaidah-kaidah yang berlaku pada puisi konvensional yang menggunakan bahasa/kata sebagai media pengungkap rasa, atau sebagai alat untuk menyampaikan pengertian. Puisi kontemporer memandang bahwa kata perlu dibebaskan perannya sebagai alat untuk menyampaikan pengertian. Kata-kata harus bebas menentukan nasibnya sendiri.
Pada  tanggal 30 Maret 1973, Sutardji Chalzoum Bachri memproklamirkan suatu pernyataan yang berkaitan dengan pandangannya tentang “perpuisian”, yang dikenal dengan “Kredo” puisi.
Macam-macam Puisi Kontemporer:
Puisi kontemporer dapat diklasifikasi menjadi beberapa bentuk (jenis) puisi, yaitu: puisi mantra, puisi mbeling dan puisi konkret.

Tugas mandiri Tak Terstruktur bagi Peserta Didik adalah:
1.      Pilihlah satu puisi  baru (modern ) yang tergolong terkenal
2.      Analisislah puisi pilihan Anda tersebut, dengan pembahasan:
a.        Identifikasilah komponen puisi yang terdapat dalam puisi pilihanmu tersebut!
b.      Identifikasilah cirri formal puisi tersebut!
c.       Simpulkan isi makna puisi pilihan Anda tersebut!
3.      Lengkapi analisis Anda dengan landasan teori yang memadai, tuliskan sumber kutipan Anda dengan jelas danbenar!

Senin, 01 Agustus 2011

NUANSA MAKNA DALAM NYANYIAN BERBAHASA INDONESIA


NUANSA MAKNA DALAM NYANYIAN
BERBAHASA INDONESIA

Pada pembelajaran Sastra Indonesia kelas XII Program Bahasa terdapat satu materi pembelajaran (KD.5.1)  menganalisis nuansa makna dalam nyanyian berbahasa Indonesia.
Kompetensi Dasar ini ditunjang dengan materi bahasan:
1.      Ragam makna ( denotasi dan konotasi)
2.  Relasi makna ( sinonim, antonim, homonym, homofon, homograf, polisemi, hiponim, hipernim)
3.      Majas ( metafora, personifikasi, asosiasi, hiperbola, repetisi)
4.      Komponen puisi dalam syair lagu
Sebagai indikator keberhasilan Kompetensi Dasar  tersebut, diharapkan peserta didik dapat melakukan kegiatan sebagai berikut:
·         Mengidentifikasi ragam makna dalam syair lagu Indonesia
·         Mengidentifikasi relasi makna dalam syair lagu Indonesia
·         Mengidentifikasi majas dalam syair lagu Indonesia
·         Mengidentifikasi komponen puisi dalam syair lagu Indonesia
·         Menjelaskan hubungan antarnuansa makna dengan isi lagu
Tugas Siswa: “Buatlah sebuah analisis nuansa makna lagu ’Untuk Kita Renungkan’, karya Ebiet G.Ade !”
1.       Identifikasilah ragam makna dalam syair lagu tersebut!
2.       Identifikasilah relasi makna dalam syair lagu tersebut!
3.       Identifikasiah majas dalam syair lagu tersebut!
4.       Identifikasilah komponen puisi dalam syair lagu tersebut!
5.       Jelaskan hubungan antarnuansa makna dengan isi lagu tersebut!
 (Berilah landasan teori yang cukup sebelum melakukan analisis!), selanjutnya, tuliskan Sumber kutipan dengan benar dan jelas!
------$$$$$$------

Sebagai gambaran analisis, perhatikan baris-baris kalimat pada lagu ‘Kalian Dengarkan Keluhanku’ , karya Ebiet G. Ade berikut, dan pahami maknanya!

KALIAN DENGARKAN KELUHANKU  (Ebiet G.ade)
Dari pintu ke pintu kucoba tawarkan nama                               
Demi terhenti tangis anakku dan keluh ibunya
Tetapi nampaknya semua mata memandangku curiga                
Seperti hendak telanjangi dan kuliti jiwaku                                             (4)

Apakah buku diri ini harus selalu hitam pekat
Apakah dalam sejarah orang harus jadi pahlawan
Sedang Tuhan di atas sana tak pernah menghukum
Dengan sorot mata yang lebih tajam dari matahari                       (8)

Ke manakah sirnanya nurani embun pagi
Yang biasanya ramah kini membakar hati                                              (10)
Apakah bila terlanjur salah akan tetap di anggap salah
Tak ada waktu lagi benahi diri tak ada tempat lagi untuk kembali           (12)

Kembali dari keterasingan ke bumi beradab
Ternyata lebih menyakitkan dari derita panjang               (14)
Tuhan bimbinglah hati ini agar tak gelap mata
Dan sampaikanlah rasa inginku kembali menyatu                         (16)
                                                           
CONTOH ANALISIS
1.          Identifikasi Ragam Makna dalam Syair Lagu
Di dalam syair lagu Kalian Dengarkan Keluhanku, karya Ebiet G.Ade setidaknya digunakan dua jenis ragam makna, yaitu ragam makna denotatif, dan ragam makna konotatif. Ragam makna konotatif terlihat lebih mendomonasi dalam lagu ini. Antara ragam makna denotative dan konotatif digunakan secara saling mengisi, sehingga melahirkan makna yang benar-benar cemerlang.
Ragam makna denotatif (makna sebenarnya) seperti terlihat pada kata-kata berikut:
Apakah dalam sejarah orang harus jadi pahlawan
Sedang Tuhan di atas sana tak pernah menghukum                            (baris ke-6-7)

Ke manakah sirnanya nurani embun pagi
Yang biasanya ramah kini membakar hati                                           baris (10)
Apakah bila terlanjur salah akan tetap di anggap salah
Tak ada waktu lagi benahi diri tak ada tempat lagi untuk kembali.   baris     (12)

Kembali dari keterasingan ke bumi beradab
Ternyata lebih menyakitkan dari derita panjang                        baris (14)
Tuhan bimbinglah hati ini agar tak gelap mata
Dan sampaikanlah rasa inginku kembali menyatu                  baris (16)

Kata-kata tercetak miring seperti pada kutipan di atas merupakan kata yang digunakan dalam ragam denotatif (makna sebenarnya) sehingga masih dapat ditelusuri maknanya dengan mudah.
Penggunaan ragam makna konotatif  seperti terlihat pada kutipan di bawah ini:

Dari pintu ke pintu kucoba tawarkan nama                         
Demi terhenti tangis anakku dan keluh ibunya                      (baris 1-2)

Dua kalimat (1-2) merupakan kata / kalimat yang digunakan dalam ragam makna konotatif.
Kalimat (1) Dari pintu ke pintu kucoba tawarkan nama,        bukan berarti dari pintu satu ke pintu yang lain dalam makna sebenarnya.  Kata tawarkan nama bukan berarti menawarkan (menjual) nama. Akan tetapi, memiliki makna bahwa  ke mana-mana (aku lirik) melamar (mencari) pekerjaan. Sudah terlalu banyak instansi atau kantor ia kunjungi untuk melamar pekerjaan tersebut.
Kalimat (2) Demi terhenti tangis anakku dan keluh ibunya bukan berarti anak (aku lirik) menangis yang sesungguhnya, dan keluh ibunya, bukan berarti (istri aku lirik) benar-benar mengeluh. Kalimat (2) tersebut memiliki makna demi menghidupi, mencukupi kebutuhan keluarga (aku lirik).

Kalimat (4) Seperti hendak telanjangi dan kuliti jiwaku  menyiratkan makna konotatif secara apik. Kata telanjangi, bukan berarti dilepas baju dan celananya, melainkan bermakna menolak, dan bahkan mempermalukan. Sedangkan kata ‘kuliti jiwaku’ memiliki makna kejam, menyakitkan.
Maksudnya ketika (aku lirik) melamar pekerjaan ke setiap instansi, kantor, di mana pun , ia selalu ditolak dengan kasar, memalukan, bahkan kejam, menyakitkan kalbu.

Kata/frasa nurani embun pagi pada kalimat ‘ke manakah sirnanya nurani embun pagi (kalimat 9) menyiratkan makna asosiasi, yaitu embun pagi yang berarti lembut dan sejuk. Kata ‘membakar hati’ pada kalimat ‘Yang biasanya ramah kini membakar hati’      (Kalimat 10) merupakan bentuk inversi (kebalikan) dari sifat ramah, yaitu sifat-sifat yang memancing emosi, membuat (aku lirik) menjadi naik darah (marah). Makna kalimat (9-10) tersebut adalah “ Ke mana hilangnya sifat –sifat lembut, dan kata-kata yang menyejukkan yang selama ini dimiliki para tetangga?, ke mana hilangnya keramahan yang dimiliki para tetangga (aku lirik) selama ini? Mengapa kini kata-katanya selalu kasar, menyakitkan dan bahkan memancing-mancing emosi atau kemarahan (aku lirik).
Kalimat (13-14) pada bait terakhir:
 Kembali dari keterasingan ke bumi beradab
Ternyata lebih menyakitkan dari derita panjang                        baris (14)
 merupakan kunci untuk menjawab pertanyaan “siapa sebenarnya (aku lirik) dalam lagu tersebut.
            Kata/frasa “keterasingan ke bumi beradab” pada kalimat (13) menyiratkan makna kembalinya (aku lirik) dari “pengasingan” atau “penjara / bui”, yang dianggapnya sebagai derita yang panjang.

2.            Identifikasi Relasi Makna Dalam Syair Lagu
Relasi makna yang tampak pada syair lagu ‘Kalian Dengarkan Keluhanku’, karya Ebiet G. Ade adalah sebagai berikut:
a.       Relasi Makna Sinonim.
Relasi makna sinonim (persamaan makna kata) pada teks lagu di atas terlihat pada penggunaan kata “ nurani embun pagi” dengan kata “ramah”. Kata nurani embun pagi memiliki makna  sifat lembut, menyejukkan. Sifat lembut menyejukkan ini dapat disinonimkan dengan sifat ramah.
b.      Relasi makna Antonim.
Relasi makna antonym (lawan kata) dalam teks lagu di atas terlihat pada penggunaan kata:
Hitam pekat    ><  jadi pahlawan
Ramah          ><   membakar hati
Keterasingan  ><  bumi beradab

3.            Identifikasi majas dalam syair lagu
Majas atau gaya bahasa yang digunakan pada syair lagu ‘Kalian Dengarkan Keluhanku’, karya Ebiet G. Ade tersebut dapat dijelaskan  sebagai berikut:
a.       Sinekdok Pars pro toto, gaya bahasa dengan menyebutkan keseluruhan ,tetapi dengan maksud sebagian, seperti terlihat pada kalimat:
/ dari pintu ke pintu…./ (kalimat 1) bukan berarti dari pintu ke pintu (ke setiap pintu) yang sesungguhnya, melainkan sudah banyak instansi atau kantor yang dikunjungi.
/ Tetapi nampaknya semua mata memandangku curiga/ (kalimat 3), bukan berarti bahwa mata semua orang yang sesungguhnya, melainkan mata karyawan bagian ketenagakerjaan yang menerima surat lamaran kerja (si aku lirik).
b.      Hiperbola, gaya bahasa yang melebih-lebihkan sesuatu hal, seperti terlihat pada kutipan syair lagu berikut:
/ demi terhenti tangis anakku dan keluh ibunya/ (kalimat 2). Kalimat ini terasa dilebih-lebihkan karena maknanya adalah untuk mencukupi kebutuhan keluarga. Jadi, anak si aku lirik bukan menangis yang sesungguhnya. Demikian pun istri si aku lirik, bukan mengeluh yang sebenarnya.
c.       Simile, gaya bahasa perbandingan yang disertai dengan kata pembanding, seperti terlihat pada kutipan kalimat berikut:
/ seperti hendak telanjangi dan kuliti jiwaku / (kalimat 4). Kata seperti pada kalimat 4 ini menunjukkan adanya penggunaan simile. Selain termasuk simile, kalimat 4 ini bernuansa hiperbola (dilebih-lebihkan).

4.            Identifikasi komponen puisi dalam syair lagu
Komponen-komponen kepuisian yang tampak digunakan dalam syair lagu Kalian Dengarkan Keluhanku’ adalah sebagai berikut:
a.       Diksi.
Rasanya tak diragukan lagi bahwa diksi yang digunakan dalam syair lagu tersebut terasa amat puitis, dengan perpaduan makna denotatif dan konotatif yang begitu kompak. Bahasa figuratif (bermajas) tampak menghiasi sepanjang lagu. (lihat majas). Penyair biasanya melakukan pemilihan kata-kata ini secara cermat, yaitu memilih kata-kata yang memiliki daya ungkap yang khas dan hebat (kuat). Pilihan kata yang demikian, dapat dilihat pada kalimat berikut:
/ Dari pintu ke pintu kucoba tawarkan nama/                                          (1)       
/ Demi terhenti tangis anakku dan keluh ibunya/                                     (2)       
/ Seperti hendak telanjangi dan kuliti jiwaku                                            (4)

/ Apakah buku diri ini harus selalu hitam pekat /                                   (5)
/ Apakah dalam sejarah orang harus jadi pahlawan /                             (6)
/ Dengan sorot mata yang lebih tajam dari matahari  /                       (8)

/ Ke manakah sirnanya nurani embun pagi /                                              (9)
/ Yang biasanya ramah kini membakar hati /                                              (10)
/ Tak ada waktu lagi benahi diri tak ada tempat lagi untuk kembali        (12)

b.      Citraan
Citraan merupakan unsur kepuisian kedua yang tampak dalam syair lagu tersebut setelah diksi. Karena memang citraan berhubungan dengan diksi. Dengan menggunakan citraan tersebut membuat kata-kata seolah menjadi nyata (konkret) dapat kita dengar dan rasakan.
Citraan yang digunakan pada syair lagu tersebut , antara lain adalah:
(1)   Citraan Gerak (kinestetik imagery), seperti pada kalimat / dari pintu ke pintu…./
(2)   Citraan pendengaran (audio imagery), seperti pada kalimat / demi terhenti tangis anakku dan keluh ibunya/
(3)   Citraan penglihatan (Visual imagery), seperti terlihat pada kalimat / tetapi nampaknya semua mata memandangku curiga /.
(4)   Citraan peraba, seperti pada kalimat / seperti hendak telanjangi dan kuliti jiwaku/  
( dan masih banyak yang lainnya)
c.       Rima
Rima, dalam puisi modern (juga di dalam lagu) bukan unsur yang wajib dihadirkan, akan tetapi rima tersebut dapat diupayakan, maka akan menjadi sumber keindahan puisi /lagu.
 Rima yang tampak d dalam syir lagu tersebut, berupa persamaan bunyi dalam satu kalimat atau pun pada akhir kalimat. Perhatikan kutipan berikut!

Dari pintu ke pintu kucoba tawarkan nama                        
Demi terhenti tangis anakku dan keluh ibunya
Tetapi nampaknya semua mata memandangku curiga                     
Seperti hendak telanjangi dan kuliti jiwaku                                                  (4)

Ke manakah sirnanya nurani embun pagi
Yang biasanya ramah kini membakar hati                                        (10)
Apakah bila terlanjur salah akan tetap di anggap salah
Tak ada waktu lagi benahi diri tak ada tempat lagi untuk kembali    (12)

d.      Tema
Tema yang diangkat oleh pengarang dalam syair lagu Kalian Dengarkan Keluhanku adalah tema kemanusiaan (penderitaan batin). Lagu ini mengetengahkan jeritan hati seorang mantan nara pidana yang tak bisa diterima kembali di tengah-tengah masyarakat. Gambaran tema tersebut terlihat pada kutipan syair berikut:

Tetapi nampaknya semua mata memandangku curiga                      
Seperti hendak telanjangi dan kuliti jiwaku                                       (4)
Apakah buku diri ini harus selalu hitam pekat
Apakah dalam sejarah orang harus jadi pahlawan
Sedang Tuhan di atas sana tak pernah menghukum
Dengan sorot mata yang lebih tajam dari matahari                (8)
Ke manakah sirnanya nurani embun pagi
Yang biasanya ramah kini membakar hati                                        (10)
Apakah bila terlanjur salah akan tetap di anggap salah
Tak ada waktu lagi benahi diri tak ada tempat lagi untuk kembali     (12)
Kembali dari keterasingan ke bumi beradab
Ternyata lebih menyakitkan dari derita panjang       
e.       Amanat
Sesuai dengan judulnya, ‘Kalian Dengarkan Keluhanku’, lagu ini sebenarnya memiliki amanat atau pesan yang ingin disampaikan kepada pembaca atau pendengarnya, yaitu agar kita dapat mendengarkan keluhan dan keinginan mantan nara pidana tersebut. Jelasnya, agar kita memiliki rasa perikemanusiaan, dan menghargai upaya, jerih payah, dan niat tulus mantan nara pidana yang ingin kembali ke jalan yang benar.
Gambaran keinginan untuk kembali ke jalan yang benar tersebut terlihat pada bait terakhir lagu, seperti berikut ini:
Kembali dari keterasingan ke bumi beradab
Ternyata lebih menyakitkan dari derita panjang                    baris (14)
Tuhan bimbinglah hati ini agar tak gelap mata
Dan sampaikanlah rasa inginku kembali menyatu                  baris (16)

5.            Hubungan antarnuansa makna dengan isi lagu
Di dalam syair lagu ‘Kalian Dengarkan Keluhanku’, karya Ebiet G.Ade setidaknya digunakan dua jenis ragam makna, yaitu ragam makna denotatif, dan ragam makna konotatif. Ragam makna konotatif terlihat lebih mendomonasi dalam lagu ini. Antara ragam makna denotatif dan konotatif digunakan secara saling mengisi, sehingga melahirkan makna yang benar-benar cemerlang.
Dimulai dari bait pertama ( 4 baris) sebagai berikut:
Dari pintu ke pintu kucoba tawarkan nama                         
Demi terhenti tangis anakku dan keluh ibunya
Tetapi nampaknya semua mata memandangku curiga                     
Seperti hendak telanjangi dan kuliti jiwaku              
Bait pertama ini usaha yang dilakukan (aku lirik) untuk mencarai pekerjaan demi menghidupi dan mencukupi kebutuhan keluarganya. Akan tetapi ke manapun (aku lirik) melamar pekerjaan, ia selalu ditolak dengan kasar, bahkan dipermalukan, dan ditolak dengan menyakitkan hati.
Bait ke dua (4 baris)
Apakah buku diri ini harus selalu hitam pekat
Apakah dalam sejarah orang harus jadi pahlawan
Sedang Tuhan di atas sana tak pernah menghukum
Dengan sorot mata yang lebih tajam dari matahari               (8)

Bait kedua (baris 5-8) menyiratkan makna bahwa (aku lirik) merasa seakan berputus asa, apakah kisah hidupnya, kariernya akan selalu hitam pekat (dalam kegelapan/kejahatan selamanya). Ia merasa diperlakukan tidak adil oleh masyarakat (saudara-saudara/tetangganya). Padahal, Tuhan pun tak pernah menghukum dan mengadili umatnya yang salah/jahat dengan demikian kejam, menyakitkan. Tapi mengapa manusia justru menghukumnya dengan demikian kejam, menyakitkan?

Bait ke tiga (4 baris)
Ke manakah sirnanya nurani embun pagi
Yang biasanya ramah kini membakar hati                                         (10)
Apakah bila terlanjur salah akan tetap di anggap salah
Tak ada waktu lagi benahi diri tak ada tempat lagi untuk kembali              (12)

Bait ke tiga merupakan pertanyaan yang sebenarnya serius untuk kita simak dan renungi. Aku lirik bertanya kepada kita, ” kemanakah hilangnya sifat-sifat  ramah, baik hati , menyejukkan, menyenangkan, dan sifat saling menolong yang kalian miliki?” Mengapa yang dulu biasanya engkau ramah, kini membakar hati, menyebalkan, menyakitkan, dan memancing amarah?” Apakah bila seseorang telah berbuat kesalahan akan dianggap salah untuk selamanya? Apakah tidak bisa (aku lirik) berubah, muembenahi diri menuju jalan yang benar? Dan apakah tak ada tempat lagi bagi  ia (aku lirik) untuk kembali diterima secara baik-baik di masyarakat?
Jadi, lagu ini sebenarnya ingin menggambarkan betapa menderitanya seorang mantan nara pidana yang ingin kembali ke masyarakat baik-baik. Kesalahan yang pernah diperbuatnya di masa silam menyebabkan masyarakat di sekitarnya enggan menerimanya kembali. Ia (aku lirik / mantan nara pidana) tersebut selalu ditolak dengan kasar , dicurigai, dipermalukan ketika hendak mencari pekerjaan sebagai orang baik-baik. Sifat ramah, lembut dan menyejukkan hati, yang selama ini dimiliki masyarakat di sekitar (aku lirik) kini sirna. Semuanya hilang bagai jarum menyelam di tumpukan jerami selepas panen.
 -SEMOGA SUKSES-