Sabtu, 10 November 2012

PUISI KITA


KUINGAT SLALU PESANMU PAHLAWANKU         SamidOtnayirs

Gerimis renyai bulan Mei menggurat duka
Luka dalam yang terpendam tiga puluh dua warsa
                           Terkoyak kini lebar menganga
Merintih perih Indonesia
Menangis pilu Pertiwi menahan perih luka di tubuhnya

Di atas pelangi ungu tanpa tujuh warna
Sukarno, Sang Putra Fajar Kembali mengacungkan telunjuk jarinya
Seraya berkata:

Mengapa  kalian nodai janji suci yang dulu diikrar bersama?
Bukankah dahulu kita, Semua turut merajut, menyulam kata ’Bersatu’ dengan benang sutra?
Bukankah dahulu kita Semua turut memancang tiang
mengibarkan “Merah Putih” di dada?
Bukankah dahulu kita Semua turut menulis dan mengeja kata ’Merdeka’
pada buku sejarah bangsa?
Bukankah dahulu kita Semua turut menancapkan tombak  pembatas
antara Sabang - Merauke
mengukir peta Indonesia pada atlas dunia?

Semuanya selalu,  selalu  bersama
dan seia sekata

Bercerai berai kalian kini, mengapa?
Turun ke jalanan saling mengumpat sesama
Cakar - mencakar berebut gelar sbagai orang paling berjasa
Mengincar tahta  berlagak ksatria

Ingatlah , Saudaraku !
Berstu Kita Teguh, Bercerai Kita Runtuh

Tegak  berdirilah di atas punggung Garuda
Kembangkanlah sayapnya meninggi
Kabarkanlah kepada Dunia
Kita Satu, Indonesia

Usai berkata Sukarno Sang Putra Fajar melambaikan tangannya
Senyum manis tersungging mengiring kepergiannya
Di atas pelangi ungu tanpa tujuh warna

Nyata benar Sukarno Putra Sang Fajar
Kehadirannya laksana cahaya penerang dalam  gulita
Ia seperti air penyejuk di kala dahaga
Ia bagai kompas penunjuk jalan nuju bahagia
Ia pemberi roh dan jiwa perjuangan hidup , nyata

Sejenak, setelah kepergiannya
Semua yang turun di jalanan
Semua yang saling mengumpat
Semua yang saling mencakar berebut gelar paling berjasa
Semua yang mengincar  tahta berlagak ksatria
Terbius  diam

Kebisuan merasuki dada mereka
Dua-tiga menit penyesalan dan rasa bersalah menggunung
Menusuk-nusuk kesadaran dalam jiwa
Seuntai janji kembali terucap bersama:
’Aku, Indonesia bersatu’.

Kuingat Slalu Pesanmu Pahlawanku.



                                                                                    Sukoharjo, November 2008

 

PADAMU KUBERJANJI             Samid Otnayirs

Bukan hanya ketika Indonesia Raya dikumandangkan,
Bukan hanya ketika Hening Cipta dipanjatkan
Dalam setiap langkah kaki
Dalam setiap alir darahku selalu
Kuingat dirimu pahlawan besar
Jenderal Sudirman

Desah nafasmu yang kadang tersengal
Samar-samar masih terngiang

Paru-parumu yang tinggal sebelah
Tak pernah surutkan langkah
Dengan gagah kau tetap maju melangkah

Kau pimpinn pasukan bergerilya
Hutan, sungai dan rawa-rawa kau jinakkan
Bukit terjal, jurang curam bukanlah rintangan

Deru mesiu, desing peluru
Tiada pernah surutkan nyalimu
Kau tetap maju menggempur musuhmu
Antara Ambarawa, Yogyakarta,
Priangan sampai Pacitan
Demi satu cita ”Merdeka”
Sampai akhirnya kau buahkan kemerdekaan itu
Sampai akhirnya kau pertahankan kemerdekaan itu

Jenderal Sudirman, Pahlawan budiman
Maafkan generasi mudamu kini, yang kadang
dengan lantang bertanya, ”Apa artinya merdeka?”
yang kadang dengan congkak berkata, ”Kita belum merdeka”

Suatu hari nanti ia kan merasa bahwa
Tinta emas yang engkau torehkan di setiap lembar sejarah,
Kemerdekaan yang engkau buahkan
Adalah rahmat karunia tiada tara

Padamu kuberjanji
Atur barisan di pagi hari
Kembangkan sayap garudamu meninggi
Kabarkan ke seluruh belahan bumi
Indonesia tetap satu
Sekali merdeka tetap merdeka

Kamis, 19 Juli 2012

NUANSA MAKNA DALAM SYAIR LAGU


UNTUK KITA RENUNGKAN (Karya Ebiet G.Ade)

Kita mesti telanjang dan benar-benar besih
Suci lahir dan di dalam batin
Tengoklah ke dalam sebelum bicara
Singkirkan debu yang masih melekat
Ho..ho..ho
Singkirkan debu yang masih melekat 

Anugerah dan bencana adalah kehendak-Nya
Kita mesti tabah menjalani
Hanya cambuk kecil agar kita sadar
Adalah Dia di atas segalanya
Ho..ho..ho
Adalah Dia di atas segalanya

Anak-anak menjerit-jerit, asap panas membakar 
Lahar dan badai menyapu bersih

Ini bukan hukuman hanya satu isyarat
Bahwa kita mesti banyak berbenah

Memang bila kita kaji lebih jauh
dalam kekalutan masih banyak tangan yang tega berbuat nista
ho..ho..hoo..

Tuhan pasti telah memperhitungkan
Amal dan dosa yang kita perbuat

Ke manakah lagi kita kan sembunyi
Hanya kepada-Nya kita kembali
Tak ada yang bakal bisa menjawab
Mari hanya runduk sujud pada-Nya


Kita mesti berjuang memerangi diri
Bercermin dan banyaklah bercermin
Tuhan ada di sini di dalam jiwa ini
Berusahalah agar Dia tersenyum
Ho...ho..ho..
Berusahalah agar Dia tersenyum


Catatan apresiasi makna/isi lagu:
Lewat puisi lagu ini penyair/pengarang mengajak kepada kita untuk selalu berbenah diri menuju ke kesucian diri, baik suci lahir dan batin, menghindarkan diri dari kesalahan walau sekecil apapun sebelum kita berbicara menilai orang lain.
Lewat lagu ini pengarang mengingatkan kepada kita bahwa anugerah dan bencana adalah kehendak Allah , Tuhan yang Maha Kuasa. Kita jangan sombong, dan takabur jika mendapat anugerah. Namun, kita juga  harus tabah menjalani dengan ikhlas manakala mendapatkan ujian bencana. Bencana tersebut sebenarnya hanyalah merupakan cambuk kecil, peringatan bagi kita , agar kita sadar bahwa masih ada Dia, Tuhan yang mengawasi semua tindak-tanduk kita.
Fenomena yang melatarbelakangi terciptanya lagu ini adalah peristiwa meletusnya Gunung Galunggung di Tasik Malaya, Jawa Barat. Lagu ini sekaligus sebagai sindiran kepada oknum-oknum yang masih begitu tega berbuat nista di tengah kekalutan bencana , bertindak korup, mengorupsi dana bantuan yang mestinya disampaikan kepada masyarakat kecil korban bencana tersebut. 
Tapi Tuhan memang maha Adil, Ia telah memperhitungkan amal dan dosa yang kita perbuat. Amal baik meski sekecil buah Zarah (sak glugut pinara sasra (Jawa)) akan mendapat balasan kebaikan, dan dosa sekecil apapun akan mendapat siksa.Dan hanya kepada-Nya tempat kita kembali nanti. Untuk itu,  pegarang mengajak kepada kia untuk selalu merunduk dan sujud kepada-Nya.
Kita harus mampu memerangi nafsu diri, karena musuh terbesar kita adalah nafsu pada diri kita. Kita harus banyak bercermin, dan belajar dari kesalahan -kesalahan masa silam, dan bercermin pada kalammullah Al Qur'an) menuju kepada kesempurnaan kita sebagai umat, yaitu umat yang iman, taqwa, shaleh, yang bersedia runduk,  sujud,dan patuh kepada-Nya, sehingga kita dapat memperoleh keridho-an Allah SWT. Semoga...!